Kamis, 22 Maret 2012

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara UNS Ikuti Konferensi Nasional II Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara di UI

Solo, sebagai salah satu universitas unggulan di Jawa Tengah, UNS Solo tak mau ketinggalan dalam mengirimkan mahasiswanya sebagai delegasi dalam setiap acara yang diselenggarakan di universitas lain. Salah satunya adalah dalam kegiatan Konferensi Nasional II Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara yang diselenggarakan oleh Forum Kebijakan Publik (FORBI) Universitas Indonesia. UNS mengirimkan empat orang delegasi mahasiswa dari Jurusan Ilmu Administrasi, program studi Ilmu Adminsitrasi Negara, FISIP UNS. Keempat delegasi tersebut adalah Andi Lukman Hakim, dan Findy Citra Pelita Putri yang merupakan mahasiswa Ilmu admisnitrasi negara angkatan 2009 serta Nina Aditya dan Septiana Rizky yang merupakan mahasiswa Ilmu Adminsitrasi negara angkatan 2010. UNS merupakan satu-satunya universitas di Jawa Tengah yang mengikuti acara tersebut. Acara itu diikuti oleh beberapa perguruan tinggi se-Indonesia.
       Dalam acara yang diselenggarakan pada tanggal 5-9 Maret 2012 tersebut, tema yang diusung adalah "Pecahkan Stagnasi dengan Inovasi". Jadi sesuai dengan tema tersebut mahasiswa yang berpartisipasi harus memiliki pemikiran yang inovatif untuk memecahkan berbagai permasalahan nasional maupun permasalahan di daerah masing-masing. Dari tema tersebut ada 3 isu penting yang menjadi topik diskusi peserta yakni inovasi pelayanan publik, kerjasama antar daerah, dan community development. Peserta yang mengikuti KONNAS dibagi kedalam tiga kelompok untuk membahas ketiga isu tersebut. kemudian hasilnya dijadikan sebagai sebuah draft resolusi yang berisi masukkan-masukkan untuk mengatasi permasalahn publik saat ini. Tak hanya sekedar disusun saja, draft resolusi yang dibuat tersebut kemudian diberikan dan dipresentasikan ke Komisi DPR RI, di Senayan, Jakarta.
       Selain melakukan Focus Group Discusion untuk memabahas ketiga isu tadi, kegiatan KONNAS juga diisi dengan stadium general dengan pembicara yang kompeten dibidangnya masing-masing, diantaranya Joko Widodo sebagai walikota Surakarta, Basuki T. Purnama (Ahok) dan Ganjar Pranowo sebagai Anggota DPR RI, Perwakilan UNDP, Perwakilan Bappenas RI dan pembicara lainnya berkelas nasional. 
       Dalam acara KONNAS tersebut rekomendasi yang berhasil dibuat diantaranya adalah optimalisasi kerjasama antardaerah, optimalisasi peran pemerintah daerah, penerapan sistem reward and punishment dalam penyelenggaraan pelayanan publik, mengurangi bantuan pemerintah yang sifatnya parktis dan mengadakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, optimalisasi kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksaan pelayanan publik, perbaikan SOP, pemerataan tenaga terampil di masing-masing daerah baik disektor pendidikan maupaun kesehatan, penerapan sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan CSR (Corporate Social Responsibility), perbaiakn pelayanan di sektor pendidikan dan kesehtan, dan masih banyak yang lainnya.
       Hasil rekomendasi ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh DPR dan diterapkan di setiap daerah di Indonesia.  
    

MAHASISWA FISIP UNS LAKUKAN REFORESTING DI DESA KEMBANGSARI, BOYOLALI

 Boyolali, Minggu 18 Maret 2012 merupakan hari yang berkesan buat andi dan teman-temannya. Pasalnya pada hari itu mereka melakukan upaya penghijaun (reforesting) di desa Kembangsari, Boyolali. Kegiatan mereka disana sebagai bentuk realisasi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang di adakan oleh Dikti. Team PKM yang beranggotakan Andi Lukman Hakim, Budiawan Akmika, Mayang Jatu GDEN, dan Eka Maharani merupakan mahasiswa FISIP UNS. Sebelumnya mereka mengirimkan Proposal PKM ke dikti pada bulan September 2011. Setelah proposalnya lolos seleksi, maka diadakan realisasi penanaman bersama.
       Disana mereka tidak sendiri. Bersama Paguyuban Tani desa Kembangsari dibantu dengan LSM dan beberapa mahasiswa UNS lainnya bersama-sama melakukan penanaman bersama di desa tersebut. Untuk bibit yang ditanam didatangkan dari Matesih, Tawangmangu. Bibit yang ditanam diantaranya adalah cengkeh, jabon, dan sengon.
       Kegiatan ini dilakukan tidak hanya sebagai realisasi PKM saja, akan tetapi juga sebagai wujud kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan. Apalagi saat ini tengah terjadi pemanasan global. Di boyolali sendiri juga beberapa tahun lalu sempat terjadi erupsi merapi yang dampaknya sampai di desa kembangsari. Sehingga dengan adanya upaya reforesting ini bisa membantu pengurangan efek pemanasan global, serta menumbuhkan kembali perekonomian petani warga kembangsari yang komoditas utamanya adalah cengkeh. ALH   
    

Sabtu, 07 Januari 2012

PENGARUH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA SEHINGGA MEMUNGKINKAN ADANYA PEMEKARAN WILAYAH DI INDONESIA

Setelah diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemekaran wilayah administratif menjadi kecenderungan baru dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Fenomena tersebut telah menimbulkan sikap pro dan kontra di berbagai kalangan politisi, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan di antara para pakar. Mereka memperdebatkan manfaat ataupun kerugian yang timbul dari banyaknya wilayah yang dimekarkan. Di sisi lain, banyak pula argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu antara lain adanya kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Alasan lainnya adalah diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil (Ida, 2005). Terlepas dari masalah pro dan kontra, perangkat hukum dan perundangan yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah No. 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memang masih dianggap memiliki banyak kekurangan. Hal inilah yang mengakibatkan mudahnya satu  proposal pemekaran wilayah pemerintahan diloloskan.
Terlepas dari pemaparan diatas, saya akan membahas apa yang menjadikan  kebijakan otonomi daerah dapat memicu adanya kebijakan pemekaran wilayah yang di lakukan berbagai daerah di Indonesia. Kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang  memberi payung hukum bagi pemerintah daerah untuk mengelola dan mengurusi tata pemerintahannya. Dengan diberinya kebebasan bagi daerah untuk mengurusi tata pemerintahannya sendiri, sedikit banyak telah mejadi dinamika tersendiri pula bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dulunya sejak zaman orde baru selalu mendapat “suapan” dari pemerintah pusat baik tata pemerintahan maupun yang berkenaan dengan hal sumberdaya alam yang terkandung didaerah. Kalau pada masa orde baru kekayaan alam yang terdapat didaerah secara langsung akan diatur dan diawasi langsung oleh pemerintah pusat namun setelah lengsernya rezim sentralistik tersebut semuanya berubah 180 dejarat. Pemerintah daerah tidak lagi sebagai tempat untuk memperoleh sumber keuangan Negara (pusat), yang selalu hanya mendapat sisa dari peng-eksploitasian pemerintah pusat. Namun pemerintah daerah telah berubah menjadi suatu daerah yang mampu untuk berdiri sendiri. Sebagai struktur organisasi pemerintahan dibawah pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak lagi hanya sebagai kaki tangan pemerintah pusat yang harus selalu tunduk dan patuh.  Alasan diberlakukannya otonomi daerah adalah agar terjadi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Asumsinya adalah secara geografis pemerintah daerah yang lebih mengetahui persoalan dan kebutuhan masyarakat didaerahnya, karena pemerintah daerah lah yang secara langsung berada dan mengerti kehidupan masyarakat setempat. Berbeda dengan pemerintah pusat yang tidak mungkin mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat daerah karena secara geografis pemerintah pusat dengan masyarakat daerah sangat berjauhan. Sangat tidak mungkin pemerintah pusat mampu menyerap aspirasi masyarakat daerah sedangkan pemerintah pusat turun langsung kedaerah terbilang sangat jarang sekali. Kebebasan inilah yang menjadikan berbagai daerah berlomba-lomba untuk mengajukan diri sebagi daerah pemekaran di Indonesia. Daerah tersebut berdalih ingin memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik, daripada pelayanan yang diberikan daerah tersebut saat belum menjadi daerah pemekaran, atau masih bersifat sentralistik.

Formasi Kebijakan dan Formulasi Kebijakan


Formasi kebijakan dengan formulasi kebijakan sekilas merupakan konsep yang mirip, namun sebenarnya merupakan konsep  yang sama sekali berbeda walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas.
Proses pembentukan kebijakan melibatkan aktivitas pembuatan keputusan yang cenderung mempunyai percabangan yang luas, mempunyai perspektif jangka panjang dan penggunaan sumber daya yang kritis untuk meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi lingkungan yang berubah. Pembentukan kebijakan merupakan proses sosial yang dinamis dengan proses intelektual yang lekat  di dalamnya. Ini berarti bahwa proses pembentukan kebijakan merupakan suatu proses yang melibatkan proses-proses sosial dan proses intelektual. (Winarno, Budi, 2007:91-92)
  •   Pembentukan kebijakan melibatkan percabangan yang luas.
  •  Pembentukan kebijakan melibatkan perspektif jangka panjang.
  • Pembentukan kebijakan menggunakan sumber-sumber yang kritis untuk meraih
  • Pembentukan keputusan merupakan proses intelektual.
  • Pembentukan kebijakan sebagai kelanjutan proses sosial yang dinamis.
Proses Policy formation secara garis besar  terdiri atas 3 subsistem, yaitu:
a.      Policy negotiation
Dalam proses formasi kebijakan, pembuat kebijakan memiliki wewenang untuk menetapkan dan membuat kebijakan. Akan tetapi, pihak-pihak lain juga dapat berpartisipasi dalam proses menetapkan dan membuat kebijakan.
Misalnya :Dalam pembuatan sebuah kebijakan mengenai adanya jaminan dan bantuan social, sebagai wujud upaya memberikan jaminan kehidupan yang lkayak bagi masyarakat miskin, tentunya dalam proses ini tidak hanya pemerintah saja yang bertugas untuk membuat dan menetapkan kebiajakan tersebut, akan tetapi pihak lain, yakni masyarakat maupun stakeholders juga turut berpartisipasi. Sehingga ada bentu kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat dan stakeholders yang lain. Hal ini memunculkan adanay proses  policy negotiation yang dilakukan dalam proses  pembentukan kebijakan tersebut.
b.      Policy formulation
Tahap pertama dalam pembuatan suatu kebijakan adalah penyusunan agenda, dimana para pejabat yang terpilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda public. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa maslah masuk ke agenda kebiajakn para perumus kebiajakn. Selanjutnya adalah formulasi kebijakan untuk mencari alternative pemacahan masalah. Dilanjutkan dengan implemntasi kebijakan dan evalusi kebijakan.
Dalam tahap formulasi kebijakan, masalah yang telah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasala dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Masing-masing alternative yang diajukan oleh para pembuat kebiajkan bersaing untuk dapat dipilih sebagai sebuah kebijakan yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Didalam Policy Formulation juga ada tahap Formasi, tetapi tahap Formasi didalam Formulasi Kebijakan ini berbeda dengan Formasi pada tahap Proses Kebijakan Publik. Yang membedakan adalah pada tahap Formasi dalam Formulasi Kebijakan, penetapan tersebut terdiri dari keputusan kebijakan dan juga proses legislasi. Sedangkan Formasi dalam Proses Kebijakan Publik, perumusan kebijakan hanya sampai pada penetapan keputusan kebijakan, proses pengesahannya dipisahkan.
c.       Policy organization
Pengorganisasian kebijakan umumnya membahas struktur dan fungsi organisasi dalam perencanaan pembuatan kebijakan. Sebuah kebijakan dilaksanakan atau dibuat oleh organisasi tertentu untuk mengejar sasaran strategis yang diinginkan.
Konsep pembentukan kebijakan (Policy Formation) dan perumusan kebijakan (Policy Formulation) sekilas merupakan konsep yang mirip, tapi sebenarnya keduanya merupakan konsep yang sama sekali berbeda walaupun diantara keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas. Tahap formasi kebijakan ada yang berada didalam tahapan Formulasi Kebijakan dan ada pula yang berada di dalam Proses Kebijakan Publik. Di dalam Proses Kebijakan Publik, Formasi Kebijakan hanya sampai pada penetapan keputusan, sedangkan Pengesahannya dipisahkan ke tahap berikutnya. Sedangkan Formasi pada tahap Formulasi Kebijakan, penetapan keputusan dan pengesahannya menjadi satu.
Policy Formulation menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Ia merupakan proses yang secara spesifik ditujukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan khusus. Sedangkan Policy Formation lebih merujuk pada aspek-aspek seperti bagaimana masalah-masalah publik menjadi perhatian para pembuat kebijakan, bagaimana proposal kebijakan dirumuskan untuk masalah-masalah khusus, dan bagaimana proposal tersebut dipilih di antara berbagai alternatif yang saling berkompetisi. Pembuatan kebijakan merupakan keseluruhan tahap dalam kebijakan publik yang berupa rangkaian keputusan.
Dalam proses policy formation melibatkan aktivitas pembuatan keputusan yang cenderung mempunyai percabangan yang luas, mempunyai perspektif jangka panjang dan penggunaan sumber daya yang kritis guna meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi lingkungan yang berubah. Policy Formation merupakan suatu proses yang melibatkan proses-proses social dan proses-proses intelektual.
Sementara itu, formulasi kebijakan merupakan proses untuk mencari alternative pemacahan masalah. Dilanjutkan dengan implemntasi kebijakan dan evalusi kebijakan.
Dalam tahap formulasi kebijakan, masalah yang telah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasala dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Masing-masing alternative yang diajukan oleh para pembuat kebiajkan bersaing untuk dapat dipilih sebagai sebuah kebijakan yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Menurut Anderson dalam Winarno (2007:93) Ada beberapa tahap dalam perumusan kebijakan (policy formulation) :
  • Penyusunan agenda setting
  • Pengembangan alternatif masalah
  • Pemilihan alternatif masalah
  • Penetapan kebijakan
Sumber :
Winarno, Budi.2007. Kebijakan Publik:Teori dan Proses. Yogayakarta: MedPress.