Setelah diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemekaran wilayah administratif menjadi kecenderungan baru dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Fenomena tersebut telah menimbulkan sikap pro dan kontra di berbagai kalangan politisi, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan di antara para pakar. Mereka memperdebatkan manfaat ataupun kerugian yang timbul dari banyaknya wilayah yang dimekarkan. Di sisi lain, banyak pula argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu antara lain adanya kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Alasan lainnya adalah diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil (Ida, 2005). Terlepas dari masalah pro dan kontra, perangkat hukum dan perundangan yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah No. 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memang masih dianggap memiliki banyak kekurangan. Hal inilah yang mengakibatkan mudahnya satu proposal pemekaran wilayah pemerintahan diloloskan.
Terlepas dari pemaparan diatas, saya akan membahas apa yang menjadikan kebijakan otonomi daerah dapat memicu adanya kebijakan pemekaran wilayah yang di lakukan berbagai daerah di Indonesia. Kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang memberi payung hukum bagi pemerintah daerah untuk mengelola dan mengurusi tata pemerintahannya. Dengan diberinya kebebasan bagi daerah untuk mengurusi tata pemerintahannya sendiri, sedikit banyak telah mejadi dinamika tersendiri pula bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dulunya sejak zaman orde baru selalu mendapat “suapan” dari pemerintah pusat baik tata pemerintahan maupun yang berkenaan dengan hal sumberdaya alam yang terkandung didaerah. Kalau pada masa orde baru kekayaan alam yang terdapat didaerah secara langsung akan diatur dan diawasi langsung oleh pemerintah pusat namun setelah lengsernya rezim sentralistik tersebut semuanya berubah 180 dejarat. Pemerintah daerah tidak lagi sebagai tempat untuk memperoleh sumber keuangan Negara (pusat), yang selalu hanya mendapat sisa dari peng-eksploitasian pemerintah pusat. Namun pemerintah daerah telah berubah menjadi suatu daerah yang mampu untuk berdiri sendiri. Sebagai struktur organisasi pemerintahan dibawah pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak lagi hanya sebagai kaki tangan pemerintah pusat yang harus selalu tunduk dan patuh. Alasan diberlakukannya otonomi daerah adalah agar terjadi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Asumsinya adalah secara geografis pemerintah daerah yang lebih mengetahui persoalan dan kebutuhan masyarakat didaerahnya, karena pemerintah daerah lah yang secara langsung berada dan mengerti kehidupan masyarakat setempat. Berbeda dengan pemerintah pusat yang tidak mungkin mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat daerah karena secara geografis pemerintah pusat dengan masyarakat daerah sangat berjauhan. Sangat tidak mungkin pemerintah pusat mampu menyerap aspirasi masyarakat daerah sedangkan pemerintah pusat turun langsung kedaerah terbilang sangat jarang sekali. Kebebasan inilah yang menjadikan berbagai daerah berlomba-lomba untuk mengajukan diri sebagi daerah pemekaran di Indonesia. Daerah tersebut berdalih ingin memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik, daripada pelayanan yang diberikan daerah tersebut saat belum menjadi daerah pemekaran, atau masih bersifat sentralistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar